Solok Selatan DK – Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), awak media memiliki hak untuk memperoleh dan menyampaikan informasi kepada publik. Namun, di Solok Selatan, praktik tambang emas ilegal jenis glondong, lobang tikus, dan tong diduga dibiarkan beroperasi tanpa pengawasan tegas dari aparat penegak hukum (APH).
Hasil penelusuran wartawan DetakKeadilan.com di lapangan menemukan indikasi kuat adanya keterlibatan oknum tertentu dalam membekingi aktivitas ilegal ini. Salah satu pemilik tambang emas ilegal (identitas dirahasiakan) mengungkapkan bahwa setiap bulannya para penambang wajib menyetor uang “koordinasi”.
Menurut informasi tersebut, setiap satu unit lobang tikus dikenakan setoran Rp9 juta per bulan, sedangkan pemilik tong (alat pengolahan emas) membayar sekitar Rp1 juta per unit. Praktik setoran ini disebut sudah berlangsung selama bertahun-tahun.
Sumber lain menyebutkan, di dua kecamatan—KPGD dan Batang Limpawung—terdapat sekitar 195 lobang tikus aktif. Dugaan kuat, sebagian uang “koordinasi” ini mengalir kepada oknum APH, sehingga penegakan hukum di wilayah tersebut terkesan tebang pilih.
“Kalau ada penambang yang tidak setor, baru mereka (polisi) lakukan penangkapan. Tapi bagi yang rutin bayar, dibiarkan beroperasi,” ujar salah satu narasumber kepada media ini.
Ketika tim DetakKeadilan.com berupaya mengonfirmasi dugaan tersebut melalui pesan WhatsApp kepada pihak kepolisian setempat, tidak ada respons. Tim juga sudah dua kali mendatangi Polsek KPGD (Koto Parik Gadang Di Ateh) untuk menemui Kapolsek, namun yang bersangkutan tidak berada di kantor.
Hingga berita ini diturunkan, Polres Solok Selatan maupun Polsek KPGD belum memberikan keterangan resmi. Investigasi ini merupakan laporan awal dan akan berlanjut pada edisi berikutnya. Awak media ini juga meminta aparat penegak hukum, khususnya kepolisian, agar segera bertindak tegas menindak para mafia tambang emas ilegal yang beroperasi tanpa izin.
Liputan: Romi Pasaribu
Sumber: Pantauan/konfirmasi