Ket: Foto Lokasi Tambang Ilegal
Solok Selatan DK – Aktivitas tambang emas ilegal jenis dompeng dan mesin robin (PETI) di wilayah hukum Polres Solok Selatan semakin marak. Hasil temuan wartawan media ini di lapangan mengungkap, kegiatan tersebut berlangsung di sekitar area perusahaan PT BRM dan kawasan hutan, yang jelas-jelas telah merugikan negara serta masyarakat sekitar.
Wartawan media ini yang turun langsung ke lokasi menemukan sejumlah alat dompeng dan mesin robin yang masih aktif beroperasi setiap hari. Aktivitas penambangan dilakukan dengan menyedot pasir menggunakan paralon dan selang untuk mendapatkan butiran emas tanpa izin resmi.
Menurut keterangan salah satu penambang yang ditemui di lokasi, yang mengaku bernama Pak Tanto, warga asal Pulau Jawa, kegiatan tersebut memang dilakukan secara bebas tanpa pengawasan berarti dari aparat penegak hukum. Ia menyebut bahwa hingga kini belum ada tindakan tegas dari pihak kepolisian terhadap aktivitas tambang ilegal tersebut.
Temuan di lapangan mengindikasikan adanya pembiaran oleh oknum aparat Polres Solok Selatan. Informasi yang dihimpun dari sumber terpercaya menyebutkan bahwa para penambang diduga melakukan setoran uang keamanan sebesar Rp 9.000.000 per lubang tambang, ditambah Rp 1.000.000 untuk setiap tong mesin. Fakta ini diperkuat dengan hasil konfirmasi langsung dan bukti rekaman video elektronik yang dimiliki awak media.
Kegiatan tambang ilegal tersebut jelas berpotensi menyebabkan kerusakan lingkungan hidup, pencemaran sungai, serta kehancuran ekosistem hutan. Ironisnya, kegiatan ini terus berjalan tanpa tersentuh hukum.
Wartawan ini menilai, lemahnya pengawasan serta dugaan keterlibatan oknum aparat menjadi faktor utama sulitnya pemberantasan tambang ilegal di wilayah Solok Selatan. Masyarakat berharap aparat penegak hukum bertindak tegas terhadap para mafia tambang emas dompeng dan robin ilegal (PETI) tersebut.
Oleh karena itu, awak media mendesak Direktorat Reserse Kriminal Khusus (DITKRIMSUS) Polda Sumatera Barat untuk segera menindaklanjuti dan menangkap para pelaku tambang ilegal yang beroperasi di sekitar PT BRM dan kawasan hutan Solok Selatan.
Selain itu, media ini juga menyerukan agar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta DPRD Sumatera Barat turut menyoroti kasus ini, mengingat dampak kerusakan lingkungan yang semakin meluas.
Sebagai dasar hukum, kegiatan tambang ilegal ini telah melanggar:
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta
Pasal 158 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 3 Tahun 2022.
Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa pelaku penambangan tanpa izin dapat dikenakan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda maksimal Rp100 miliar.
Dengan adanya temuan ini, media ini berharap agar aparat penegak hukum, khususnya DITKRIMSUS POLDA SUMBAR, dapat segera mengambil tindakan nyata, memberantas jaringan mafia tambang emas ilegal, dan menegakkan supremasi hukum di wilayah Polres Solok Selatan
Liputan: Romi Pasaribu
Sumber: Pantuan di TKP



