Penangkapan ST Kasus Utang Piutang Diduga Terlalu Dipaksakan JPU

TANGERANG, Detak keadilan.com – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Bandung Ikwan Ratsudy,S.H menjatuhkan Perkara perdata terlapor inisial ST terkait kasus utang piutang dijadikan pidana membuat keluarga ST kecewa dan menjadi bahan pertanyaan besar PUBLIK.

 

Pada hari Minggu(13/10/24)Tim Media menerima laporan terkait kejanggalan Suatu proses hukum Tindak Perkara perdata terlapor inisial ST menjadi perkara Pidana tentunya akan janggal sebagai bahan Referensi untuk membuka tabir proses hukum yang di duga kuat tidak tepat oleh oknum JPU untuk penilaian tanpa dasar kurang nya alat bukti untuk menjerat inisial ST.

 

Seharusnya untuk menjeratnya,Bila ditarik Unsurnya dalam hukum kasus sangketa utang piutang bisa berakhir di ranah pidana harus terpenuhi unsurnya,menurut perkara perdata berupa wanprestasi dapat di laporkan pidana dengan memenuhi beberapa unsur,seperti apabila perjanjian telah dibuat dengan memakai nama palsu,martabat palsu,tipu muslihat atau rangkain kebohongan. 

 

Jelas kalimat diatas bisa dijadikan dasar proses pidanaa,tetapi terjadi kejanggalan untuk kasus perkara yang menjerat inisial ST tidak sama sekali melakukan perjanjian diatas,karena kasus menimpa ST hanya sekedar persoalan sistem dagang barang, dimana,perkara inisial ST yang berusaha berdagang buka toko perabotan stainless dalam katagori toko kelontong dengan PT Subron (Feddy)sebagai freelance dan Nizen(Ricky),dimana dalam hal ini,kedua belah pihak tidak ada perjanjian sama sekali dalam konsep sesuai prosedur hukum.

 

Awalnya perkara inisial ST sebelumnya kejadian pasca covid-19 melanda Indonesia maka transaksi dagang berjalan dengan lancar 

,saat terjadi covid-19 ST mulai tersendat dan hutang tersebut pernah di bayarkan cicil kepada PT Subron (feddy) dan PT Nizen (riicky)karena pemasukkan toko selama covid tidak ada, oleh sebab itu karena banyak toko -toko langganan tutup. Bulan 9 tahun 2023 ada juga pembayaran kembali., Tutur ST kepada Tim Media Online ini.

 

Ditarik dari berita diatas tidak bisa dijadikan kasus utang piutang inisial ST tanpa dasar hukum nya menjadi masukan perkara pidana karena,ST tidak memakai nama palsu,martabat palsu,tipu muslihat atau rangkain kebohongan.Bahkan bisa di anggap korban tanpa kepastian hukum untuk perkara inisial ST yang kooperatif setiap panggilan kepolisian dan kejaksaan beliau itu tidak pernah mangkir. 

 

Bahkan yang paling membinggungkan dalam kasus perdata perkara utang piutang ini antara ST dengan PT Subron (Feddy)sebagai freelance dan Nizen(Ricky)tidak ada melakukan ikatan perjajian sama sekali secara tertulis di atas materai bahkan menurut informasi nya lagi Hanya sekedar titip barang dan bagi hasil keuntungan penjualan. 

 

“Tetapi penahanan ST di duga seperti dipaksakan oleh oknum JPU,karena Penilai hukum nya termasuk Wanprestasi dikategorikan ke dalam perbuatan-perbuatan sebagai berikut(Subekti,“Hukum Perjanjian”),” Ungkap Sumihar kuasa hukum ST kepada wartawan,Senin(11/10/2024) 

 

Dalam laporan ke Polda Jawa Barat melalui laporan nomor:S TAP N/RES 1.11/2024/Diskrimun. Tentang penetapan penangkapan dengan pasal 372, 378,dan 379. Laporan hasil gelar perkara 2 Mei 2024.tersebut menjadi pertanyaan besar PUBLIK dan sejumlah Rekan Tim Media Online Padahal gelar Perkara tanpa melibatkan yang bersangkutan inisial ST. 

 

“Apakah bisa gelar perkara tanpa dihadiri terlapor ST,ini juga pertanyaan kami yang nanti diberitahu kepada kuasa hukum,”tegas Sumihar. 

 

Dalam hukum yang berlaku ada pengecualian di mana perkara perdata, seperti uang piutang dapat dituntut secara pidana, namun harus memenuhi beberapa unsur yang diatur dalam Pasal 378 KUHP. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya; b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan; c. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat; d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

 

Sedangkan, penipuan adalah perbuatan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 378 KUHP pada Bab XXV tentang Perbuatan Curang (bedrog). Bunyi selengkapnya Pasal 378 KUHP adalah sebagai berikut:

 

“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.

 

Berdasarkan bunyi pasal di atas unsur-unsur dalam perbuatan penipuan adalah: a. Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri dengan melawan hukum; b. Menggerakkan orang untuk menyerahkan barang sesuatu atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang; c. Dengan menggunakan salah satu upaya atau cara penipuan (memakai nama palsu, martabat palsu, tipu muslihat, rangkaian kebohongan)

 

“Unsur poin c di atas yaitu mengenai cara adalah unsur pokok delik yang harus dipenuhi untuk mengkategorikan suatu perbuatan dikatakan sebagai penipuan. Demikian sebagaimana kaidah dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 1601.K/Pid/1990 tanggal 26 Juli 1990,” katanya dalam artikel Klinik Hukumonline mengenai 

 

Selain itu, Pasal 379 a KUHP sebagai salah satu pasal sisipan memang mengatur adanya kriminalisasi bagi seseorang yang menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan membeli barang dengan cara berutang,dengan maksud sengaja tidak akan membayar lunas barang tersebut.Namun delik aduan ini tentunya membutuhkan juga alat pembuktian yang khusus,yaitu seberapa banyak korban yang diutangi oleh pelaku dengan cara yang serupa.

 

Dengan undang-undang diatas maka baru bisa dijadikan suatu perkara proses pidana yang diterima ST namun hal ini tentunya menjadi perkara yang bisa di anggap “,cacat hukum “,dan bisa dilepaskan. 

Tanpa barang bukti atau Alat bukti jelas mengenai laporan tersebut.

 

(C45T/Team) 

Array
Related posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup
Tutup