DHARMASRAYA, DK – Dugaan pungutan liar yang terjadi di SMKN 1 Koto Besar, Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat, telah memicu perhatian luas dari masyarakat, terutama para orang tua siswa dan aktivis pendidikan. Rabu, (24/4/2025).
“Kejadian ini bukan hanya berpotensi mencederai integritas lembaga pendidikan, tetapi juga mengancam akses pendidikan murah dan berkualitas” Kata seorang aktivis pendidikan yang akrab disapa bang Regar.
Ia menambahkan, “Pungutan yang dilakukan dengan modus biaya SPP dan uang pembangunan serta pembelian baju seragam ini diduga melanggar Permendikbud No. 44 Tahun 2012 dan Permendikbud No. 75 Tahun 2016 Tentang komite sekolah” Tegasnya.
Selain itu, pungutan ini juga melanggar Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan, yang bertujuan memastikan bahwa pendidikan harus bisa diakses tanpa beban finansial bagi siswa.
Pungutan liar ini terungkap pada Selasa, 23 April 2024, di SMKN 1 Koto Besar, Nagari Koto Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat, dan merupakan salah satu sekolah menengah Kejuruan Negeri yang terakreditasi B.
Kepala sekolah SMKN 1 Koto Besar, Andison, beserta sejumlah pihak terkait di sekolah tersebut, kini menjadi sorotan tajam karena diduga terlibat dalam praktik ilegal ini. Kendati menurut Andison Pengutipan tersebut tidak melanggar aturan dan sudah sesuai mekanisme katanya melalui telepon selulernya. Selasa (23/4).
Untuk diketahui jumlah siswa di SMKN 1 Koto Besar Sebanyak 315 orang berdasarkan data dapodik, Tim investigasi dari DPP KPK Tipikor menyebutkan.
“Dengan pungutan uang pembangunan yang cukup signifikan, yaitu sebesar Rp 400.000 per siswa, yang jika dijumlahkan totalnya mencapai Rp 126.000.000.” Menurut Romi Pasaribu aktivis anti korupsi.
Selain itu ia menambahkan bahwa , sistem pungutan SPP yang diterapkan juga menunjukkan ketidakadilan, dicatat bahwa siswa kelas 1 dikenakan biaya sebesar Rp 170.000 per bulan, sedangkan siswa kelas 2 dan 3 harus membayar Rp 190.000 per bulan
“Kejadian ini secara jelas menggambarkan kesenjangan yang ada di dalam sistem pendidikan yang semestinya menjunjung tinggi prinsip keadilan dan kemudahan akses bagi semua siswa” Terangnya.
Keterangan terkait Pungutan tersebut juga di sampaikan Seorang siswa “Kalau untuk SPP dikutip setiap bulannya bervariasi; untuk Kelas Satu Rp. 170.000/Siswa dan untuk Kelas dua Rp. 190.000, sementara uang Pembangunan dikutip sebesar Rp. 400.000/Siswa.” Ujarnya.
Menimpali hal tersebut, Romi Pasaribu dari DPP KPK Tipikor mengatakan bahwa pungutan tersebut diduga melanggar Pasal 12 huruf b Permendikbud 75 Tahun 2016 yang secara tegas melarang komite sekolah dan pihak sekolah melakukan pungutan dari peserta didik atau orang tua/wali. Pelaku pungli di Indonesia dapat dikenai hukuman pidana sesuai dengan Pasal 368 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dan menekankan.
“Pungutan liar ini tidak dapat dibenarkan dan kami akan mengambil langkah-langkah untuk menyelesaikan kasus ini.” Tegasnya.
Pernyataan tersebut menunjukkan komitmen lembaga untuk mengambil tindakan tegas terhadap pelanggaran yang terjadi, sekaligus menjadi sinyal bagi lembaga pendidikan lain untuk introspeksi dan memperbaiki pengelolaan keuangan mereka.
Tak sampai disitu, Aktivis anti korupsi dari DPP KPK Tipikor tersebut juga akan melakukan investigasi lebih lanjut terkait penggunaan dana BOS senilai Rp 436.800.000 pada tahun anggaran 2024 di SMKN 1 Koto Besar yang menurutnya diduga tidak efisien dan disinyalir berbau korupsi.
Mereka meminta Kepala Dinas Pendidikan Sumatera Barat untuk bertanggung jawab atas kasus ini, memberikan sangsi teguran dan pencopotan jabatan kepada oknum kepala sekolah yang terlibat pungli.
Kekhawatiran orang tua siswa juga semakin meningkat dengan adanya pungutan liar ini. Salah satu orang tua siswa menyatakan,
“Kami sebagai orang tua merasa prihatin dengan adanya pungutan liar ini. Kami berharap pihak sekolah dan Dinas Pendidikan dapat memberikan penjelasan yang jelas dan transparan terkait pungutan tersebut,” ujar seorang ibu siswa yang berharap agar anak-anak mereka mendapatkan pendidikan yang layak tanpa diganggu oleh isu-isu finansial yang merugikan.
DPP KPK Tipikor akan terus memantau kasus ini dan akan mengambil langkah-langkah lebih lanjut jika diperlukan, berharap agar kasus ini menjadi pelajaran bagi masyarakat luas dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya transparansi keuangan dalam pendidikan.
Pewarta : Akhiruddin Ps